Liputan6.com, Jakarta - Catatan positif ekspor otomotif Indonesia di tahun lalu memberikan optimisme tersendiri bagi Toyota dalam mempertahankan performa ekspor di tahun ini. Adanya ekspansi ekspor beberapa model CBU yang dilakukan pada tahun 2018, membuat Toyota tetap fokus pada kestabilan performa ekspor (kualitas produk dan ketepatan waktu pengiriman) di negara tujuan baru.
“Kami memproyeksikan bahwa kinerja ekspor CBU bermerek Toyota naik lebih dari 5 persen. Studi-studi untuk mempelajari destinasi ekspor baru termasuk ke Australia masih terus kami lakukan. Di saat yang sama kami juga berupaya tetap fokus dalam hal menjaga kestabilan performa ekspor di negara baru tujuan ekspasi tahun 2018 yang lalu seperti Afrika dan Amerika Latin,” kata Warih Andang Tjahjono, Presiden Direktur PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dalam keterangan resminya.
Semua kendaraan CBU yang diekspor ke berbagai negara merupakan produksi lokal dengan tingkat kandungan komponen dalam negeri mencapai 75 persen sampai 94 persen. Saat ini sudah lebih dari 80 negara di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia dan Timur Tengah yang menjadi tujuan ekspor Toyota.
Kondisi ekonomi makro dunia merupakan tantangan tersendiri bagi kinerja ekspor otomotif dalam negeri. Menyikapi hal tersebut Toyota mengaku, daya saing industri menjadi kunci untuk bisa bertahan bahkan memenangkan persaingan.
“Tidak ada jalan lagi selain meningkatkan competitiveness industri dalam negeri dari hulu hingga ke hilir untuk bisa mempertahankan posisi Indonesia sebagai salah satu basis produksi dan ekspor di kawasan Asia-Pasifik. Peningkatan kandungan lokal murni produk yang dimulai dari penggunaan sumber material dalam negeri, menjadi upaya yang fundamental untuk menjaga daya saing. Kegiatan tersebut dapat membantu menekan impor raw material sehingga dapat memberi sumbangan terhadap kestabilan neraca perdagangan terutama di sektor komponen otomotif, yang masih menjadi perhatian Pemerintah,” tutur Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal TMMIN, Bob Azam.
Neraca perdagangan di sektor hilir yang positif masih menyisakan pekerjaan rumah di dunia industri otomotif nasional. Hal itu dikarenakan neraca perdagangan di sektor hulu rantai suplai otomotif terutama di level pemasok komponen lapis ke 2 dan 3 masih negatif.
Salah satu penyebab permasalahan ini diakui Toyota, masih banyaknya bahan mentah dan bahan baku industri manufaktur otomotif yang bersumber dari material impor. Hal inilah yang kemudian turut memengaruhi TKDN produk otomotif Indonesia. Dengan banyaknya material impor, menjadikan TKDN murni atau “true localization” tidak setinggi yang harapkan.
Selanjutnya
Bob Azam menambahkan, pendalaman TKDN masih merupakan isu yang serius karena pada umumnya menjadi beban tanggung jawab industri kecil yang berperan sebagai supplier di lapis ke-2 atau ke-3. Inefisiensi menjadi salah satu kendala mendasar operasi bisnis industri kecil di Indonesia.
Untuk memerangi ketidak efisienan tersebut, diperlukan upaya berkelanjutan dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) terutama pembekalan keterampilan dasar (basic skill) yang pada gilirannya akan berperan dalam meningkatkan efisiensi.
Terkait upaya memperbaiki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), sejak tahun 2004, TMMIN mengaku telah menggunakan baja lokal untuk bagian-bagian kendaraan tertentu.
Di tahun 2017, dua jenis bahan mentah yaitu resin, bekerja sama dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), dan non-woven fabric, bekerja sama dengan PT Herculon Carpet, telah berhasil dilokalkan, setelah sebelumnya di tahun 2016, bekerja sama dengan PT Pertamina, melokalkan engine oil lubricant.
Saat ini TMMIN menegaskan pihaknya sedang dalam proses riset dan pengembangan penggunaan aluminium lokal untuk dipergunakan pada pelek (wheel disc) bekerja sama dengan INALUM dan Pako.
TKDN murni produk Toyota berada di angka 65 persen. Ke depannya, Toyota menargetkan bisa mencapai true localization hingga level 80% di tahun 2020.