Liputan6.com, Jakarta PT Medco E&P Indonesia berkomitmen mendukung visi pemerintah meningkatkan produksi minyak 1 juta barel pada 2030. Saat ini total produksi minyak sekitar 745 juta barel per hari.
VP Relations & Security Medco E&P Drajat Panjawi mengatakan, saat ini produksi minyak dan gas bumi (migas) Medco E&P sebesar 86 ribu barel setara minyak (Barel Oil Equivalent per Day/BOEPD). Ini berasal dari 14 wilayah kerja migas yang digarapnya.
Meski begitu, Medco berkomitmen mendukung visi produksi minyak mencapai 1 juta barel per hari. "Dua hari lalu saya bertemu dengan Pak Tjip ( Kepala SKK Migas) Dwi Soetjipto dia punya visi 1 juta barel di 2030," kata Drajat, di Jakarta, Minggu (1/12/2019).
Menurutnya, perusahaan mampu mempertahankan bahkan meningkatkan total produksi, seiring dengan terintegrasinya produksi migas dari Ophir. “Integrasi ini dapat menegaskan posisi Medco E&P sebagai perusahaan energi terkemuka di Asia Tenggara,” ujar Drajat.
Medco E&P terus berupaya meningkatkan produksi, melalui berbagai aktivitas eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi (migas) di semua wilayah kerja. Upaya ini merupakan komitmen perusahaan dalam mendukung pemerintah menjaga ketahanan energi nasional.
Ada dua proyek hulu migas Medco yang akan berproduksi pada tahun ini dan tahun depan. Adapun proyek tersebut yakni Temelat dengan estimasi produksi 10 MMscfd oleh PT. Medco E&P Indonesia dan Buntal-5 oleh Medco E&P Natuna Ltd. Estimasi produksi 45 mmscfd.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wisnu Prabawa Taher mengungkapkan, SKK Migas telah menyiapkan berbagai upaya untuk mencapai visi produksi minyak 1 juta barel. Caranya mengoptimalkan kegiatan perawatan sumur, menerapkan teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) dan meningkatkan kegiatan eksplorasi.
"Visi misi kita ke depan yakni skk migas. visi untuk mencapai 1 juta barel is our dream. kita banyak strategi, memaintenance, langkah-langkah EOR untuk meningkatkan produksi, kemudian ada upaya-upaya untuk melakukan eksplorasi. kenapa eksplorasi penting karena sangat penting kalau kita mau manaikkan produksi," tandasnya.
Pemerintah akan Terapkan Kembali Kontrak Bagi Hasil Migas Sistem Cost Recovery
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berencana memberikan keleluasaan perusahaan pencari minyak dan gas bumi (migas), untuk memilih sistem kontrak bagi hasilnya. Saat ini pemerintah mewajibkan untuk kontrak baru blok migas menggunakan gross split.
Arifin mengaku ini berdasarkan masukan dari investor terkait pemberlakuan kontrak bagi hasil migas. Dari informasi, bagi blok migas yang sulit dijangkau dan berisiko besar, akan lebih mudah mengelola dengan menggunakan kontrak skema bagi hasil (production sharing contract/PSC) cost recovery.
"Kami melakukan dialog dengan para investor di bidang migas. Kami tanyakan mana yang prefer, ada dua. Tergantung lapangan, semakin risky dan daerah remote, mereka pilh PSC. Komponen PSC itu bisa reasonable," kata Arifin, di Jakarta, Rabu malam (28/11/2019).
Dia pun menampung masukan tersebut, dan terbuka dengan masukan investor. Saat ini, sedang dipikirkan untuk membuat kontrak bagi hasil migas lebih fleksibel. Caranya dengan menerapkan kembali kontrak migas melalui skema cost recovery, guna mencari investasi lebih baik.
"Kita memikirkan demikian, karena fleksibilitas itu ada sehingga memang daya tarik untuk investasi di situ lebih baik," tutur dia.
Menurut Arifin, sebagian investor pun tidak memungkiri penerapan bagi hasil migas gross split. Pasalnya, gross split membuat bagi hasil migas semakin transparan dengan adanya komponen yang telah ditetapkan.
Namun gross split cenderung diterapkan untuk blok migas yang mudah diakses dan sudah beroperasi.
"Tadi kan saya bilang kalau gross split biasanya orang senang yang sudah pasti kalau high risk itu lebih yang PSC karena mereka risiko ilang," tandasnya.
No comments:
Post a Comment