Liputan6.com, Banyumas - Kirno bersungut-sungut ketika mengadu ke Bupati Banyumas, Achmad Husein, soal sistem Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB zonasi SMA. Bagaimana tidak, dua anak kembarnya naga-naganya tak akan diterima di sekolah negeri mana pun lantaran berada di luar zona.
Padahal, dua anak kembarnya itu berhasil meraih nilai bagus dalam Ujian Nasional (UN). Sayangnya, tak ada SMA Negeri di Kembaran sehingga membuat dua anak kembarnya ini mesti mendaftar di SMA yang ada di Purwokerto.
Jika zonasi berarti berdasarkan wilayah dan jarak, maka desanya berada di luar zona SMA-SMA yang berada di Purwokerto. Dari 18 desa di Kecamatan Kembaran, hanya enam desa yang masuk dalam zona kota tersebut.
Dia menilai, zonasi yang berdasar jarak telah mengebiri hak-hak anak berprestasi untuk bersekolah di SMA negeri lantaran rumahnya jauh dari gedung sekolah. Tak aneh jika kemudian terjadi kegaduhan di tengah masyarakat akibat penerapan PPDB zonasi.
"Harusnya yang namanya zonasi adalah 82 desa atau kelurahan itu masuk semua, nanti mekanisme diterimanya melalui kompetisi," ucapnya saat gendu-gendu rasa dengan Bupati Husein di Pendopo Sipanji, Rabu malam, 26 Juni 2019.
Cerita keluarga dua anak kembar Kirno di atas hanya satu masalah di antara bejibun persoalan yang muncul dalam PPDB zonasi SMA di Jawa Tengah. Di wilayah lain, banyak orangtua yang mengeluhkan hal yang sama.
Persoalan itu kemudian direspon oleh pemerintah. Terkini, kuota jalur prestasi dalam PPDB zonasi SMA di Jawa Tengah bertambah menjadi total 35 persen.
Kepala Seksi SMA/SLB Balai Pengendali Pendidikan Menengah dan Khusus (BP2MK) wilayah V Banyumas, Yuniarso K Adi mengatakan angka 35 persen itu merupakan akumulasi dari kuota luar zona dan di dalam zona.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Perubahan Komposisi PPDB Zonasi SMA di Jawa Tengah
"Jadi secara utuh, komposisi kuota jadi berubah," ucap Yuniarso.
Komposisi kuota siswa berprestasi di luar zona bertambah dari lima persen menjadi 15 persen. Adapun di dalam zona, kuota siswa berprestasi sebesar 20 persen.
Sebaliknya, kuota untuk siswa zona menurun jadi 80 persen dari sebelumnya 90 persen. Komposisinya, 60 persen kuota zona murni, 20 persen lainnya adalah siswa berprestasi di dalam zona. Adapun sisa lima persen tetap menjadi kuota calon siswa mutasi.
Perubahan itu mulai diberlakukan Kamis (27/6/2019), menyusul terbitnya instruksi Gubernur Jawa Tengah dan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 51 Tahun 2018.
Dengan berubahnya komposisi tersebut, paling esensial adalah bertambahnya kesempatan siswa berprestasi untuk bersekolah di SMA Negeri. Ini berlaku baik bagi siswa yang berada di luar zona maupun di dalam zona, tetapi dengan jarak yang jauh.
"Kesempatan siswa berprestasi untuk sekolah di SMA negeri bertambah," katanya.
Yuniarso mengakui, perubahan komposisi PPDB zonasi SMA itu dilakukan setelah pemerintah menerima banyak masukan dan berusaha mengakomodasi aspirasi masyarakat. Pasalnya, banyak daerah di Jawa Tengah yang merupakan blank spot atau titik kosong tanpa adanya SMA di sekitar kecamatannya.
Dia mencontohkan, di Kabupaten Banyumas, wilayah blank spot di antaranya Kecamatan Sumbang dan Lumbir. Kedua kecamatan ini sama-sama jauh dari SMA Negeri. Kondisi ini juga banyak ditemui di wilayah Kabupaten lain di Jawa Tengah.
Sebaliknya, ada sebuah kecamatan dan bahkan desa atau kelurahan yang di dalamnya ada dua SMA atau lebih.
No comments:
Post a Comment