Pages

Monday, April 29, 2019

HEADLINE: Cuaca Ekstrem di Indonesia Dipicu Aktivitas MJO, Seberapa Bahaya?

Liputan6.com, Jakarta - Tak ada yang bisa menebak pola cuaca belakangan ini. Kendati tak ada curah hujan yang ekstrem sepanjang 2019, banyak yang meyakini kalau sebenarnya musim hujan sudah lewat. Apalagi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu lalu telah merilis bahwa sebagian wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau pada awal April 2019.

Namun, kenyataannya tidak begitu. Tak ada tanda-tanda musim kemarau. Di Jakarta misalnya, sepanjang pekan lalu hujan turun hampir setiap hari dengan pola yang hampir sama. Matahari memperlihatkan diri di pagi hari, siang sampai malam giliran hujan yang mengguyur.

"Jadi, kurang lebih sampai seminggu ke depan, kita memang perlu waspada dengan pola di mana pagi bisa cukup terik, tapi bisa mengakibatkan perubahan cuaca di sore hari. Ancaman lain adalah genangan dan juga banjir bandang," jelas Kepala Bidang Humas BMKG Taufan Maulana kepada Liputan6.com, Senin (29/4/2019).

Terbukti, di Bengkulu banjir yang melanda sembilan kabupaten/kota sejak Jumat 26 April 2019 malam sudah menelan korban jiwa. Hingga senin pagi, tercatat 29 orang meninggal dunia. Sementara 13 orang dilaporkan hilang, 2 orang mengalami luka berat, dan 2 orang lainnya luka ringan.

Sementara itu, sedikitnya lima kereta api juga terganggu perjalanannya akibat banjir di sekitar Stasiun Pasuruan, Jawa Timur, Senin pagi. Satu di antaranya terpaksa dibatalkan setelah hujan deras mengguyur kawasan itu, Senin dini hari.

Pasuruan dilanda banjir akibat curah hujan berintensitas tinggi dalam waktu cukup lama sejak Minggu malam. Ditambah lagi dengan naiknya volume air di Sungai Petung, Gembong dan Welang. Tercatat sekitar 14 hingga 15 ribu kepala keluarga menjadi korban terdampak banjir setinggi 2,5 meter itu.

"Potensi hujan lebat hingga awal Mei di sejumlah daerah memang harus diwaspadai," kata Taufan menanggapi peristiwa itu.

Cuaca ekstrem yang terjadi memang selaras dengan prediksi BMKG, bahwa potensi hujan lebat untuk periode 29 April-2 Mei 2019 dapat terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua.

"Wilayah yang berpotensi hujan lebat hari ini (Senin 29 April) di antaranya Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Papua," papar BMKG dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Senin petang. 

Infografis Cuaca Ekstrem Ancam 17 Wilayah Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)

Sedangkan untuk Selasa (30/4/2019), BMKG memprediksi hujan lebat berpeluang terjadi di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan Papua.

Untuk wilayah Indonesia lain yang juga berpeluang terjadi hujan dengan intensitas lebat disertai angin kencang dan kilat/petir sepanjang Senin di antaranya Aceh, Jawa Barat, Jabodetabek, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Maluku.

Sementara untuk Selasa ini, wilayah yang berpotensi hujan lebat disertai kilat serta petir dan angin kencang meluas ke beberapa wilayah seperti Aceh, Jawa Barat, Jabodetabek, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Maluku.

BMKG mengatakan, penyebab cuaca ekstrem yang melanda Indonesia belakangan ini disebabkan aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO). MJO merupakan gelombang atmosfer yang membawa massa udara basah.

"MJO yang tumbuh dan berkembang di Samudera Hindia sejak beberapa hari lalu memberikan dampak berupa peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat," ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono R Prabowo, dalam keterangan tertulisnya.

Kendati demikian, BMKG memastikan bahwa fenomena ini merupakan sesuatu yang normal atau siklus yang alami, meski cuaca yang dihasilkan terbilang ekstrem. Sehingga, tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan fenomena MJO.

"Dilihat dari aspek iklim, saat ini misalnya wilayah Jabodetabek masih dalam periode akhir musim hujan. Dan dari aspek dinamika atmosfer saat ini di atas wilayah Indonesia sedang ada gelombang atmosfer MJO, gelombang atmosfer dari Samudera Hindia yang membawa banyak uap air, sehingga pertumbuhan awan hujan di Indonesia semakin intens," jelas Taufan.

Jadi, apa sebenarnya MJO dan hubungannya dengan atmosfer di khatulistiwa?

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/news/read/3953202/headline-cuaca-ekstrem-di-indonesia-dipicu-aktivitas-mjo-seberapa-bahaya

No comments:

Post a Comment