Pages

Sunday, March 3, 2019

Balada Labora Sitorus, Polisi Pemilik Rekening Gendut yang Kabur dari Bui

Liputan6.com, Jakarta - Aparat dibuat tak berdaya oleh Aiptu Labora Sitorus. Dalam catatan Sejarah Hari Ini (Sahrini) Liputan6.com, terpidana kasus pembalakan liar dan pencucian uang itu ternyata sudah melarikan diri saat hendak dieksekusi pindah dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kota Sorong ke LP Cipinang, Jakarta, Jumat 4 Maret 2016 lalu.

"Kami mau ambil ke rumahnya di Kecamatan Tampak Garam, Sorong. Saat sudah mau menangkap, eh dia nggak di lokasi," ujar Direktur Jenderal Pemasyarakatan, I Wayan Kusmiantha Dusak saat kejadian.

Menurut Wayan, saat hendak menangkap anggota Polri serta pemilik rekening gendut dengan total transaksi Rp 1,5 triliun itu, petugas cukup kesulitan karena adanya penjagaan dari masyarakat setempat yang mendukung Labora.

"Di depan rumahnya juga ditutupi dengan kayu-kayu serta satu truk kontainer besar," katanya. Menurut Wayan, ada dua tim yang diturunkan untuk eksekusi perpindahan, namun sayang Labora sudah tak ada di kediamannya.

Wayan mengatakan, personel polisi serta TNI, dan petugas lapas terus mencari Labora di sekitar rumahnya yang berada dekat dermaga itu.

"Asumsi pertama kami, dia disembunyikan di sekitar cottage-cottage dan kabur lewat dermaga atau sekitar situ," katanya.

Sementara, warga sekitar menduga Labora Sitorus bersembunyi di ruang bawah tanah dalam areal PT Rotua Kelurahan Tampa Garam, Kota Sorong, agar tidak dieksekusi ke Lapas Cipinang.

Anjas (34), warga di sekitar PT Rotua di Kelurahan Tampa Garam mengatakan, Labora kemungkinan masih berada di areal perusahaan miliknya dan tidak lari kemana-mana.

"Kami menduga Labora Sitorus bersembunyi di ruang bawah tanah di areal PT Rotua, karena yang bersangkutan sudah berjanji hidup dan mati di tempat itu tidak kemana-mana," kata Anjas.

Terpisah, Kalapas Sorong Maliki mengatakan, pihaknya bersama kepolisian sudah melakukan penyisiran di kediaman Labora. Namun tidak menemukan tanda-tanda ruang bawah tanah yang dicurigai warga setempat.

Maliki mengatakan, Labora diduga kabur melalui jalur laut saat tim eksekusi dan aparat kepolisian mendobrak masuk ke kediamannya. Dia mengatakan, Labora Sitorus sakit dan tidak bisa berjalan jauh bahkan lari sehingga diduga yang bersangkutan masih berada di wilayah sorong dan dilindungi oleh keluarga dan karyawannya.

Sementara itu, Kakanwil Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua Barat Agus Purwanto yang dikonfirmasi mengatakan, pemindahan Labora Sitorus adalah keputusan Kementerian. Labora selama ini tidak berada di Lapas Sorong, tetapi berada di rumahnya di Kelurahan Tampa Garam, Kota Sorong, dengan alasan sakit.

"Seharusnya Labora Sitorus koperatif kembali ke Lapas Sorong untuk menjalankan hukumannya yang sudah berkekuatan hukum tetap," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, kebijakan pusat memindahkan Labora Sitorus dari Lapas Sorong ke Lapas Cipinang Jakarta sehingga mendapat perawatan dan fasilitas kesehatan yang memadai.

Jejak Labora memang panjang. Meski sudah diputuskan bersalah, ia tak langsung ditahan. Dia akhirnya berhasil dieksekusi ke LP Sorong pada 20 Februari 2015 atas putusan hukuman MA yang menguatkan putusan sebelumnya hukuman 15 tahun penjara.

MA juga memutuskan merampas seluruh harta Labora yang dijadikan barang bukti mulai dari benda bergerak, sampai benda tidak bergerak. Dari uang tunai sampai beberapa kapal.

Namun, pada 21 Oktober 2015 lalu, Labora keluar dari lapas dengan alasan terapi dan ia bahkan sempat kembali ke rumahnya. Geram karena Labora kerap kabur-kaburan, Menkum dan HAM Yasonna Laoly pun memilih untuk memindahkan Labora supaya mudah diawasi. Ia mengaku jengkel dengan ulah bandel Labora.

Pada pertengahan November 2015, Labora kembali menghilang dari rumah sakit tempat ia menjalani perawatan. Ironisnya sehari sebelumnya Labora terlihat lemah saat dikunjungi Kepala Kanwil Hukum dan HAM Papua.

"Dia sudah masuk RS, sudah 2 kali masuk tapi keluar lagi. Jadi ini memang bandel," ucap Yasonna di kantornya, Selasa 24 November 2015.

Selain itu, Yassona mengaku kesal karena Labora kerap kabur dari lapas dengan berbagai alasan. Karena itu, untuk memudahkan pengawasan, Labora akan dipindah ke Jakarta.

Yassona Laoly menyatakan, dirinya mencurigai ada orang atau oknum yang membantu Labora Sitorus, kabur saat dieksekusi pindah dari Lapas Kota Sorong ke Lapas Cipinang Jakarta.

"Kita mencurigai ada oknum-oknum yang membantu Labora Sitorus melarikan diri," kata Yasonna di Pontianak, Jumat 4 Maret 2016, menanggapi kaburnya Labora.

Ternyata, Labora tak betah juga lama-lama dalam pelariannya. Dia akhirnya menyerahkan diri ke Polres Sorong, Papua Barat, Senin 7 Maret 2016 dini hari. Kepala Polres Kota Sorong AKBP Karimudin Ritonga mengatakan Labora menyerahkan diri pada pukul 03.00 pagi, dengan menggunakan ojek.

"Labora sudah terdesak, hingga akhirnya menyerahkan diri. Kami sudah membatasi ruang geraknya sejak ia kabur Jumat lalu. Kami juga melakukan pendekatan pada pihak keluarga Labora, agar dia mau menyerahkan diri," ujar Ritonga.

Petugas langsung memindahkan Labora dari Polres Sorong ke Jakarta pada hari yang sama untuk menjalani hukuman di LP Cipinang. Sebanyak 600 lebih personel Polda Papua dilibatkan dalam proses pengamanan pemindahan Labora dari Sorong ke Jakarta.

Labora tiba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang, Senin 7 Maret 2016 pukul 14.56 WIB, dengan pengawalan ketat dari Kementerian Hukum dan HAM. Dia dijemput oleh 12 orang petugas Kementerian Hukum dan HAM ke Sorong, Papua Barat dan langsgung diterbangkan ke Jakarta.

Tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Labora Sitorus kembali mendapat pengawalan ketat. Petugas Kemenkumham meminta bantuan 1 regu Brimob dan Gegana berjumlah 12 orang untuk mengawal hingga perjalanan sampai ke LP Cipinang. Labora tiba dengan bus tahanan dan langsung masuk ke dalam lapas.

2 dari 3 halaman

Dermawan Pemilik Uang Triliunan

Siapa sebenarnya sosok Labora Sitorus? Pria ini merupakan anggota Polres Raja Ampat, Papua Barat. Dia juga terpidana kasus penimbunan solar dan pencucian uang yang telah divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 17 September 2014.

Pada 2013, banyak orang dibuat tercengang dengan berita mengenai rekening gendut yang dimiliki Labora Sitorus. Dia menjadi bahan pembicaraan setelah diketahui terkuak adanya transaksi misterius di rekeningnya sebanyak Rp 1,5 triliun.

Uang sebanyak itu konon merupakan hasil dia meraup keuntungan dari praktik pembalakan liar, penimbunan solar dan pencucian uang. Tak heran kalau nama Aiptu Labora Sitorus dikenal sebagai polisi kaya oleh warga Sorong, Papua Barat.

Labora Sitorus adalah anak kedua dari delapan bersaudara pasangan Sitorus dan Br Pasaribu. Labora kecil dibesarkan di Desa Sei Bamban, Sergai, Sumatera Utara. Dia dikenal sebagai sosok yang cerdas ketika bersekolah di SD Negeri 102037 Kebun Sayur Kec Sei Bamban Sergai.

Saat duduk dibangku SMA, ayahnya meninggal dunia. Setelah kepergian ayahnya, Labora dibantu dengan adik-adiknya kemudian bekerja lebih giat di ladang untuk membantu ibunya mencari nafkah. Dia juga membantu kakaknya berjualan lapo tuak di depan rumah orangtuanya.

Usai menamatkan bangku SMA pada tahun 1981, Labora langsung dibawa pamannya menuju Sorong, Papua Barat. Tepatnya tahun 1983, Labora Sitorus mengikuti seleksi masuk polisi. Dia kemudian jadi bintara Polri dan bertugas di Polres Raja Ampat.

Dari hasil pernikahannya dengan sang istri Sandritje Panauhe, Labora Sitorus dikaruniai 5 orang anak. PT Rotua, perusahaan kayu milik Labora, dipimpin langsung oleh Sandritje.

Meski hanya seorang bintara Polri, Labora dikenal sebagai polisi yang kaya raya oleh warga Sorong. Dia dikenal dermawan oleh warga. Setiap pulang kampung, dia selalu mengundang warga untuk makan bersama. Jika ada warga kampung pesta, Labora selalu memberikan sumbangan secara cuma-cuma satu ekor babi.

Sedangkan di mata karyawan PT Rotua miliknya, Labora juga tak kurang pujian. Sang polisi dikenal sebagai sosok yang rendah hari oleh karyawan perusahaan pengolahan kayu itu. Dia juga sosok pimpinan yang sangat memperhatikan kebutuhan anak buah.

Menurut penuturan seorang karyawan PT Rotua, sebuah dapur umum sengaja disediakan Labora di dalam pabrik, agar dapat menghidangkan makanan bagi 600 pegawai setiap harinya.

"Bapak Labora Sitorus juga makan dari dapur ini. Makanannya pun tak pernah dibedakan dari para karyawan," ujar seorang petugas dapur.

Tak heran kalau saat eksekusi Labora, polisi sempat kesulitan karena ratusan karyawan perusahaannya serta warga sekitar turut menghalang-halangi penahanan.

Yang jelas, sikap dermawan itu pula yang membuka tabir di belakang semua kekayaan yang dimiliki Labora. Memang mengherankan, dengan gaji sebagai polisi diperkirakan cuma Rp 3 juta per bulan serta sebuah perusahaan pengolahan kayu, dia bisa memberi makan banyak orang.

Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kemudian menguak semua itu. Labora ternyata memiliki rekening sebesar Rp 1,5 triliun. Aiptu Labora Sitorus pun mendadak terkenal setelah masuk dalam daftar polisi pemilik rekening gendut.

14 Mei 2013, Kapolda Papua Irjen Tito Karnavian mengumumkan bahwa ada satu polisi di Polres Raja Ampat, Papua Barat, yang memiliki rekening gendut. Nilainya Rp 1,5 triliun. Ini berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Itu akumulasi nilai transaksi selama lima tahun sejak 2007-2012, di mana dalam kurun waktu itu, jika dijumlahkan total uang masuk dan keluar di rekeningnya Rp 1,5 triliun," kata Tito.

Polda Papua langsung memeriksa Aiptu Labora Sitorus, orang yang diduga pemilik rekening gendut itu. Dia disangka memiliki bisnis BBM (bahan bakar minyak) ilegal, penebangan hutan ilegal, dan pencucian uang.

Kasus ini juga mencuat, setelah sebelumnya 15 kontainer kayu tertahan di Tanjung Perak, Surabaya. Kayu-kayu ini, ternyata milik perusahaan Labora yang diduga hasil penjarahan hutan.

18 Mei 2013, petugas dari Mabes Polri menangkap Labora, sesaat setelah dirinya mengadu ke Komisi Kepolisian Nasional di Jakarta. Labora sengaja datang ke Jakarta untuk meminta perlindungan atas penetapan tersangka.

Usai mengadu dan hendak pulang sekitar pukul 20.00 WIB, Labora justru ditangkap di parkiran kantor Kompolnas, dan dibawa ke Mabes Polri.

17 Febuari 2014, Pengadilan Negeri Kota Sorong menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Vonis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa Rein Sinaga SH dan Syahrul Anwar SH yang menuntut LS dengan 15 tahun.

Labora dijerat kasus dugaan memiliki bahan bakar minyak ilegal, tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan transaksi keuangan senilai Rp 1,5 triliun, serta pembalakan liar.

17 Maret 2014, Labora keluar dari LP Sorong dengan alasan sakit. Saat itu, Kepala LP Sorong Maliki Hasan mengatakan bahwa keluarga membawa Labora ke Rumah Sakit Angkatan Laut Sorong untuk berobat. Menurut hasil pemeriksaan dokter, Labora menderita sakit pinggang dan kaki kanan kesemutan. Namun dia tidak pernah kembali ke Lapas.

Akhir Januari 2015, jaksa yang akan mengekseskui Labora ditolak masuk Lapas Sorong. Belakangan, diketahuai Labora sudah tidak berada di tahanan. Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Herman Lose da Silva langsung berkoordinasi dengan Kepolisian untuk mencari keberadaan Labora dan menangkapnya.

2 Februari 2015, Kapolda Papua Barat Brigjen Paulus Waterpauw membenarkan bahwa Labora Sitorus masih berada di Sorong. Sayangnya, dia tidak bisa dieksekusi, lantaran ia memiliki surat bebas dari Kalapas Sorong. Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoly berang dan minta Polda Papua mengembalikan Labora ke bui.

Saat akan ditangkap itulah Labora kemudian kabur dan menyerahkan diri tiga hari kemudian. Hingga kini, Labora Sitorus masih dikenal sebagai polisi pemilik rekening Rp 1,5 triliun.

3 dari 3 halaman

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/news/read/3907721/balada-labora-sitorus-polisi-pemilik-rekening-gendut-yang-kabur-dari-bui

No comments:

Post a Comment