Liputan6.com, Jakarta Tahun 2019 akan menjadi momentum bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk menstabilisasi pasar yang sempat bergejolak sepanjang 2018 ini lantaran beberapa faktor. Mulai dari Perang Dagang Amerika Serikat (AS)-China, kenaikan suku bunga acuan The Fed, penguatan Dolar AS, hingga kenaikan harga minyak.
Hal ini diungkapkan Head of Global Macro Strategy and FX Research di Standard Chartered Bank, Eric Robertson. Dia berpendapat, pasar di negara berkembang telah berhasil menstabilkan diri dari berbagai kerentanan eksternal sepanjang tahun ini.
"Perang dagang masih tetap menyulitkan, sementara risiko di sekitar AS dan China masih terus dimainkan. Tapi kami merasa optimis," ujar dia, seperti dikutip dari CNBC, Minggu (2/12/2018).
Robertson berharap, melemahnya kurs dolar serta tingkat imbal hasil obligasi AS (US Treasury Yields) pada tahun depan mampu mengurangi tekanan kepada negara-negara yang punya catatan defisit transaksi berjalan (current account deficit/cad). "Saya pikir itu faktor penting bagi investor untuk dipertimbangkan," tegasnya.
Meski belum melihat adanya indikator pasar negara berkembang telah mengalami perbaikan, Robertson memandang adanya kesempatan bagus bagi sejumlah pasar.
Asumsi ini turut didukung pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang mengindikasikan bakal menyetop kenaikan suku bunga acuan 2019 mendatang.
Imbal hasilnya, mata uang di negara berkembang sukses menyentuh level tertinggi dalam waktu 4 bulan. Ini terlihat dari indeks MSCI yang terus meninggi selama 3 pekan pasca pernyataan Powell.
Lebih lanjut, Robertson turut menyoroti negara berkembang di Asia semisal Indonesia, India dan Thailand yang harus menghadapi pergolakan politik akibat proses pemilihan umum pada 2019.
Sebagai contoh, ia mengambil India yang mengalami kemunduran ekonomi tahun ini. Sementara nilai tukar rupee selaku mata uang negara tersebut juga sangat lemah.
"Dolar yang stabil dan harga minyak yang lebih rendah akan berdampak signifikan bagi India, sekaligus mengambil tekanan dari RBI (Bank Sentral India, Reserve Bank of India) untuk terus menaikkan suku bunga," jelas dia.
Adapun bila ketegangan perang dagang AS-China terus berlanjut, terlepas dari apa yang dicapai pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, Robertson beranggapan, pasar di kawasan Asia Utara seperti Korea Selatan dan Taiwan akan terkena dampaknya sehingga underperform.
"Tapi justru untuk negara-negara seperti Indonesia dan India, judulnya adalah overweight (menguat hebat)," tutup Robertson.
https://m.liputan6.com/bisnis/read/3796432/pasar-negara-berkembang-termasuk-indonesia-diprediksi-tumbuh-di-2019
No comments:
Post a Comment