Liputan6.com, Jakarta - Isu rasisme mengemuka di Amerika Serikat pada era tahun 1950-an. Salah satu pemicunya adalah kasus seorang wanita kulit hitam yang ditangkap kepolisian di Montgomery, Alabama, Amerika Serikat lantaran menolak memberikan tempat duduk ke seorang penumpang bus berkulit putih.
Seperti dimuat histori BBC on This Day, perempuan bernama Rosa Parks dikenai denda dikisaran US$ 70 atau sekitar Rp 1 juta oleh Hakim Pengadilan Alabama. Dia dianggap melanggar Undang-Undang Segregrasi yang mengatur pemisahan antara warga kulit putih dan hitam.
Dalam UU tersebut disebutkan bahwa orang kulit hitam di Amerika Serikat harus memberikan kursi tempat duduk kepada orang kulit putih yang berdiri. Parks dianggap melanggar peraturan konstitusi negeri paman samkala itu.
Parks menceritakan bahwa saat itu dia dalam kondisi sangat kelelahan setelah bekerja. Dia mengaku sedang sakit nyeri di pundak, punggung dan lehernya. Sehingga ia memutuskan tidak memberi tempat duduk kepada penumpang kulit putih di dalam bus.
Saat diminta oleh sopir dan penumpang, Parks tetap menolak. Kemudian penumpang kulit putih mengancamnya akan melapor polisi. Parks mempersilakan agar ia dilaporkan ke polisi. Beberapa jam kemudian, Parks ditangkap aparat dan diproses hukum.
Parks disidang dan divonis bersalah dan harus membayar denda. Tanggal 20 Desember 1955, Mahkamah Agung menguatkan putusan hakim bahwa Parks bersalah. Vonis membuat ribuan warga kulit hitam, termasuk Martin Luther King marah dan turun ke jalan untuk memboikot bus di Alabama.
Sementara itu, Parks kemudian dipecat dari pekerjaannya pada tahun 1957.Dia kemudian pindah rumah ke Detroit.
Rosa Parks Juga Merupakan Seorang Aktivis
Sebelumya nama Parks juga sempat ramai karena ia diusir dari bus lantaran menolak naik bus lewat pintu belakang. Dalam aturan tak tertulis, penumpang berkulit hitam diwajibkan untuk masuk bus lewat pintu belakang. Pintu depan hanya diperbolehkan untuk warga kulit putih.
Parks saat itu juga merupakan seorang aktivis muda yang memperjuangkan warga kulit hitam. Ia dan suaminya, memperjuangkan agar pemerintah menghapus Undang-Undang Segregasi yang telah berlaku sejak Perang Saudara di AS tahun 1865.
Setahun sebelum kasus Parks ini, sekelompok wanita berkulit hitam yangtergabung dalam Dewan Politik Wanita mendatangi Wali Kota Montgomery untuk mendesak agar mencabut UU Segregasi dan mengancam akan memboikot bus jika proses mereka tidak ditindaklanjuti.
Sebelumnya Parks juga memperjuangkan seorang pelajar berkulit hitam yang juga dijerat kasus yang sama, dihukum karena tidak memberikan tempat duduk ke warga kulit putih.
Sejarah lain mencatat pada 1 Desember 1862, Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, menemui Kongres dan menyampaikan gagasan melalui sebuahpidato yang dianggap tabu waktu itu.
Dalam pidatonya, Lincoln menginginkan adanya perubahan kebijakan terkait perbudakan. Dengan tegas ia meminta seluruh budak yang ada di wilayah pemberontak harus segera dibebaskan.
No comments:
Post a Comment