Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mempercepat upaya penciptaan aktivitas ekonomi baru melalui pengembangan produk unggulan daerah untuk mendukung usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) melalui pasar internasional dan memanfaatkan platform digital (marketplace). Hal ini sebagai wujud nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk mendukung hal itu, BI kembali menyelenggarakan pameran karya kreatif Indonesia (KKI) 2019 yang keempat kali pada Jumat-Minggu, 12-14 Juli 2019 di Exhibition Halla, Jakarta Convention Center. Demikian mengutip dari laman BI, Senin (1/7/2019).
Pameran yang bertemakan "mendorong pertumbuhan ekonomi melalui UMKM Go Export dan Go Digital" akan menghadirkan koleksi lengkap kain tradisional batuk, tenun, ulos, songket dan produk turunannya, perhiasan, dan kerajian tradisional serta produk pangan olahan dari UMKM unggulan binaan BI yang tersebar di seluruh nusantara.
Pengunjung juga dapat menikmati sajian kuliner nusantara dan kopi unggulan Indonesia. Berbeda dari tahun sebelumnya, KKI 2019 memfalitasi business matching antara pelaku UMKM dengan lembaga keuangan, marketplace dan importir/aggregator.
Selain itu, diselenggarakan pula parade kain nusantara produk premium UMKM binaan Bank Indonesia yang berkolaborasi dengan desainer nasional ternama.
Melalui kegiatan talkshow, workshop dan business coaching, pengunjung juga dapat memperoleh informasi mengenai prosedur, program, fasilitas, dan kiat-kiat untuk UMKM menembus pasar internasional dan memanfaatkan platform digital dalam pemasaran produk UMKM.
KKI 2019 memberikan kesempatan kepada UMKM untuk mempromosikan produknya secara lebih luas, sekaligus memotivasi untuk terus berkreasi menghasilkan produk berkualitas dan bernilai tinggi.
Jurus BI Tangkal Krisis Ekonomi Kembali Melanda Indonesia
Sebelumnya, Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang terkena dampak krisis keuangan global pada 1998 dan 2008. Dampak yang dirasakan Indonesia antara lain pelemahan nilai tukar Rupiah, inflasi yang tinggi, serta perlambatan pertumbuhan perekonomian.
Inflasi pada saat itu mencapai 70 persen dan nilai tukar melonjak dari level 2.000 ke level 17.000 per dolar AS (USD).
Lalu bagaimana cara agar Indonesia bisa menghindari terulangnya tragedi tersebut ?
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI), Juda Agung menyebutkan untuk menangkal krisis, BI mengeluarkan kebijakan yang mengatur interaksi antara makroekonomi dengan mikroekonomi, yang dikenal dengan kebijakan makroprudensial.
Kebijakan tersebut diterbitkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung kestabilan perekonomian Indonesia.
"Krisis datang dari mana saja, bersumber dari mana saja, menelan biaya yang sangat besar, dan waktunya pemulihan yang sangat tinggi," kata dia dalam sebuah acara diskusi di Grand Indonesia, Jakarta, Rabu, 26 Juni 2019.
Dia menganalogikan krisis keuangan sebagai sebuah kecelakaan mobil. Di mana kecelakaan tersebut dapat dicegah jika hal-hal yang dapat memicu terjadinya kecelakaan dapat dihindari.
"Dari institusi keuangan harus sehat. Banknya harus sehat, makanya ada dalam aturan itu ada minimal requirement misalnya untuk masalah tertentu. Misalnya, modal bank minimal 8-15 persen, itu indikator yang menunjukkan bank sehat atau tidak. Kemudian, likuiditas, kalau masyarakat tarik banyak, namun bank masih punya kecukupan, apalagi ketika rush. Waktu 98 ada 16 bank yang tutup di hari yang sama akibat krisis. Itu pernah terjadi di Indonesia, bukan ketika 98 saja, meski yang masif saat 98," ujarnya.
Kemudian, supir mobil juga harus dalam keadaan sehat, jangan yang mabok,mengantuk atau mengebut.
"Makanya supir bank pun harus di fit and proper, dilihat pengalaman dan track record. Pernah tidak ngemplang dan melakukan kejahatan perbankan, ini yang namanya mikroprudensial, melihat satu per satu institusi perbankan, termasuk asuransi dan lain-lain. Itu lembaganya OJK, dulunya di BI. Setelah lepas, BI masih memiliki wewenang atau hak untuk awasi lalu lintas sistem," ujarnya.
Pengawasan
Pengawasan mikroprudensial ini, lanjutnya, dilakukan dengan mencegah penularan terhadap sistem keuangan. "Ketika terjadi pohon jatuh dan mobil tabrakan, kemudian tidak menyebabkan kemacetan di mana-mana. Caranya, jalannya dibuat tidak satu jalan saja, ada saluran lain, ada aturan 3 ini 1, ganjil genap dan lain-lain," ujarnya.
Hal itu juga akan mencegah efek domino saat ada satu bank yang bangkrut. Sehingga kebangkrutan tidak akan menular pada bank yang lainnya. Terutama setelah adanya aturan bank sistemik.
"Sekarang ada 201 bank, ada yang namanya bank sistemik, yaitu bank besar yang kalau jatuh akan punya dampak ke bank lain. Ini yang kami plototin terus. Bank sistemik ini requirementnya lebih tinggi, risk manajemen harus lebih canggih, orang lebih pengalaman, dan lain-lain. Contoh, bank BUMN umumnya adalah bank sistemik," ujarnya.
Selanjutnya, saat berada di dalam kondisi yang baik, dana yang dimiliki jangan sampai dihabiskan, namun harus digunakan untuk cadangan yang dapat digunakan untuk stabilisasi ketika keadaan ekonomi memburuk.
"Di bank juga harus sama. Ketika ekonomi membaik, orang optimis, pinjam kredit, bank harus sisihkan sebagian kekeayaannya di modal, modal harus ditambah, in case ekonomi nanti melemah. Itu countercyclical capital buffer, sekarang nol persen, tapi nanti kalau kredit tinggi, kami buat tambahkan modal," ujar dia.
No comments:
Post a Comment