Liputan6.com, Jakarta - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap lima terduga teroris yang berasal dari organisasi terlarang, Jemaah Islamiyah (JI).
Meski telah dibubarkan pemerintah pada 2007 lalu, nyatanya teroris dari JI hingga kini masih ada dan terus menggalang kekuatan.
Kelima terduga teroris ditangkap di lokasi yang berbeda. Mereka masing-masing berinisial PW, MY, BS, A, dan BT. PW merupakan pimpinan kelompok tersebut.
Dalam kelompok tersebut, para pejabat struktural JI menerima gaji hingga jutaan rupiah. Kepolisian menyebut, para pentolan kelompok terlarang itu menerima gaji sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta setiap bulannya.
Berikut 4 hal tentang terduga teroris organisasi terlarang JI yang baru saja ditangkap dihimpun Liputan6.com:
1. Ditangkap di Lokasi Berbeda
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, para terduga teroris yang ditangkap masing-masing berinisial PW, MY, BS, A, dan BT.
"Yang ditangkap ini (PW) dulunya 2002 di JI ini dia sebagai (penanggung jawab) di bidang intelijen. Setelah dinyatakan bubar, dia dibaiat sebagai amir JI yang ada di Indonesia," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2019).
Kelima terduga teroris itu ditangkap di sejumlah lokasi berbeda. PW selaku pimpinan organisasi dan istrinya MY diringkus Densus 88 di sebuah hotel di kawasan Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat.
"PS juga ditangkap pada waktu dan tempat yang sama. Peran PS sebagai penghubung antara amir (PW) dengan orang yang berhasil direkrut," jelas dia.
Kemudian terduga teroris A dibekuk pada Minggu 30 Juni 2019 di Perumahan Griya Satria, Bekasi, Jawa Barat. Dia merupakan hasil rekrutan PW yang turut bertugas menggerakkan organisasi JI di Indonesia.
Terakhir adalah BT alias Haidar alias Gani yang ditangkap pada Minggu 30 Juni di Jalan Pohijo, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur.
"Orang kepercayaan PW untuk mengendalikan jaringan JI di Jawa Timur," kata Dedi menandaskan.
2. Punya Pemimpin Baru
PW merupakan pimpinan kelompok teroris tersebut. Dedi menyampaikan, amir kelompok tersebut yakni PW alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arif alias Ahmad Fauzi Utomo, merupakan anggota lama dari Jamaah Islamiyah. Pada 2002 lalu, dia menjabat di bidang intelijen.
"Untuk tersangka sendiri keterlibatannya, rekam jejaknya, cukup panjang. Yang bersangkutan alumni pelatihan militer di Moro angkatan 2000. Yang bersangkutan aktif dalam struktur organisasi JI," tutur Dedi.
Dedi menyebut, PW merupakan sarjana S1 Teknik Sipil dari sebuah universitas ternama di Jawa. Dari sisi intelektual, bisa dikatakan dia memiliki kompetensi mumpuni. Termasuk juga ahli dalam merakit bom, kemampuan intelejen, hingga militer.
"Yang bersangkutan aktif dalam berbagai macam kegiatan terorisme di Indonesia. Mulai kasus bom Bali, tahun 2000 ada bom malam Natal, kemudian bom Kedutaan Besar Australia, dan yang bersangkutan aktif kerusuhan di Poso 2005 sampai 2007," jelas dia.
Menurut Dedi, berbagai pengalaman yang dimiliki PW membuatnya dibaiat menjadi amir baru Jemaah Islamiyah. Terlebih, kemampuan intelijennya digunakan sebagai pemberi masukan kegiatan kelompoknya di Poso sekaligus mempetakan suplai senjata ke Mujahidin Indonesia Timur.
"Yang bersangkutan mengetahui menyita sekitar 1 ton bahan peledak dan bom di Sukoharjo. Yang bersangkutan juga saat kerusuhan di Poso sebagai pendukung operasional maupun logistik selama 2005-2007," Dedi menandaskan.
3. Pejabat Struktural JI Dapat Gaji Belasan Jutaan
Dedi menjelaskan, dalam kelompok teroris tersebut, para pejabat struktural JI menerima gaji yang relatif besar.
Kepolisian menyebut, para pentolan kelompok terlarang itu menerima gaji sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta setiap bulannya.
"Masih didalami bahwa pejabat-pejabat di dalam struktur organisasi Jemaah Islamiyah ini juga digaji, gaji besarannya Rp 10 sampai 15 juta," ujar Dedi.
Menurut Dedi, pembangunan taraf ekonomi organisasi menjadi salah satu upaya menjaga eksistensi kelompok. Aliran uang pun digunakan oleh JI untuk menjalankan bisnis demi meraup pasokan dana.
"Tahapan pembangunan kekuatan ini tentunya harus didukung oleh kemampuan ekonomi. Mereka sedang mengembangkan basic ekonomi mereka itu dengan beberapa usaha yang mereka bangun, yaitu usaha kebun," ucapnya.
Salah satunya adalah lewat perkebunan kelapa sawit. Nantinya, uang yang dihasilkan akan dialokasikan sebagai pembiayaan aksi kelompok tersebut.
"Dan juga untuk membiayai gaji dari pada pejabat atau orang di dalam struktur jaringan JI," kata Dedi.
4. Kirim Anggota ke Suriah
Polri menyebut jaringan teroris JI masih terus aktif merekrut anggota dan memberikan pembekalan militer ke Suriah, meski sudah dibubarkan pada 2007 silam. Mereka bahkan telah mengirimkan anggotanya ke Suriah pada 2013 dan 2018.
Aktivitas itu dilakukan saat Jamaah Islamiyah dipimpinan oleh amir baru yakni PW alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arif alias Ahmad Fauzi Utomo.
"Sepanjang 2013 dan 2018 sudah mengirim orang-orang yang berhasil direkrut untuk mengikuti program latihan maupun langsung praktik di Suriah. Sudah enam gelombang yang diberangkatkan," tutur Dedi.
Menurut dia, Densus 88 Antiteror juga telah menangkap sebagian besar anggota Jamaah Islamiyah yang ke Suriah itu dan memulangkannya ke Indonesia pada Mei 2019. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Yang direkrut oleh PW memiliki kemampuan intelijen, kemudian memiliki kemampuan di bidang militer dan pembuatan bom, dia juga mampu mengoperasionalkan roket, dan memiliki kemampuan sniper," jelas dia.
Jamaah Islamiyah ini juga masih aktif melakukan aksi terorisme internasional di bawah bendera Al Qaeda. Berbeda dengan kelompok JAD yang terafiliasi ke ISIS.
"Kemudian terus menjalin komunikasi dengan terorisme regional yang ada di Filipina dan juga berkomunikasi dengan pecahan-pecahan kelompok Al Qaeda di Pakistan, Afganishtan, dan beberapa negara," Dedi menandaskan.
No comments:
Post a Comment