Liputan6.com, Sana'a - Sebuah laporan baru PBB menyatakan dalam lima setengah tahun terakhir ini lebih dari 7.500 anak-anak telah tewas atau luka di Yaman akibat berbagai serangan udara, penembakan, pertempuran, serangan bunuh diri, ranjau dan persenjataan lain yang tidak meledak.
Laporan oleh Sekjen PBB Antonio Guterres yang dirilis hari Jumat 28 Juni 2019 mengatakan jumlah korban tewas dan luka-luka itu merupakan bagian dari 11.779 pelanggaran berat terhadap anak-anak di Yaman, yang terjadi antara tanggal 1 April 2013 hingga 31 Desember 2018.
Pelanggaran lainnya, seperti diberitakan VOA Indonesia, yang dikutip Minggu (310/6/2019), mencakup perekrutan anak-anak sebagai kombatan dan penahanan mereka karena dugaan keterlibatan atau keterlibatan penuh dengan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Warga sipil telah menanggung beban konflik di Yaman, yang berawal pada tahun 2014 dan telah menewaskan ribuan orang; menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Laporan itu menyatakan angka-angka itu kemungkinan lebih buruk lagi karena saat ini semakin sulit memantau kondisi di Yaman.
Hampir 100 Warga Sipil Tewas atau Terluka di Yaman Per Pekan
Laporan sebelumnya PBB menyebut hampir 100 orang warga sipil tewas atau terluka setiap minggu di Yaman, pada tahun lalu, di mana seperlima di antaranya adalah anak-anak.
Menurut angka yang dikeluarkan oleh badan pengungsi dunia (UNHCR) pada Kamis 7 Maret 2019, lebih dari 4.800 kasus kematian dan cedera warga sipil dilaporkan selama 2018.
Khusus untuk anak-anak, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Sabtu 9 Maret 2019, UNHCR mencatat ada 410 kematian dan 542 luka-luka.
Mengandalkan data sumber terbuka untuk temuannya, UNHCR juga mencatat bahwa hampir setengah dari semua korban --48 persen-- dilaporkan terjadi di kota Hodeidah, yang pelabuhan strategisnya telah menjadi tempat pertempuran sengit antara pemberontak Houthi dan pasukan pimpinan Arab Saudi, yang mendukung pemerintah Yaman.
Angka-angka PBB juga menunjukkan bahwa 30 persen warga sipil terbunuh dan terluka di dalam rumah mereka, di mana non-kombatan juga menjadi sasaran saat bepergian di jalan, bekerja di pertanian, dan di situs sipil lainnya.
"Laporan itu menggambarkan besarnya dampak terhadap manusia akibat konflik," kata Volker Turk, asisten komisaris tinggi UNHCR, untuk pengungsi Yaman.
"Warga sipil di Yaman terus menghadapi risiko serius terhadap keselamatan, kesejahteraan dan hak-hak dasar mereka. Terpapar kekerasan setiap hari, banyak yang hidup di bawah ketakutan terus-menerus, dan menderita dalam kondisi yang memburuk, berbalik dalam keputus-asaan pada mekanisme yang berbahaya untuk bertahan hidup," lanjutnya panjang lebar.
Stok Gandum Berisiko Membusuk
Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Yaman sebelumnya juga pernah mengatakan bahwa kekhawatiran meningkat di Pelabuhan Hodeidah, menyusul konflik yang tidak kunjung usai antara pemberontak, pasukan pemerintah Yaman, dan koalisi pimpinan Arab Saudi.
Dikutip dari Channel News Asia pada Senin 11 Februari 2019, kondisi tersebut memicu urgensi terhadap akses toko-toko bahan pangan, di mana persediaan gandum di sana "berisiko membusuk".
Merah, disebut mampu memberi makan 3,7 orang penduduk Yaman selama sebulan.
"Namun, faktanya kini, fasilitas tersebut sulit diakses sejak lebih dari lima bulan terakhir, konflik di Hodeidah membuat buntu jalan menuju ke sana," kata Martin Griffiths, utusan PBB terkait.
Saat ini, Griffiths tengah melobi berbagai pihak untuk membicarakan solusi dalam menemukan cara mengakses gudang gandum.
Pernyataan bersama antara Griffiths dan kepala operasi bantuan PBB, Mark Lowcock, berkomitmen untuk memperlancar operasi penyaluran bantuan makanan kepada hampir 12 juta orang di seluruh Yaman, yang kesulitan memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari mereka.
"Kami menekankan bahwa memastikan akses ke gudang adalah tanggung jawab bersama di antara para pihak dalam konflik di Yaman. Dengan akses yang aman, tidak terkekang, dan berkelanjutan, PBB dapat memastikan sumber pangan ini tersedia bagi orang-orang yang membutuhkan," tulis pernyataan itu.
No comments:
Post a Comment