Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tipis selama sepekan. Hal itu didorong aksi jual investor asing dan saham kapitalisasi pasar cenderung defensif.
Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (2/3/2010), IHSG susut 0,02 persen dari posisi 6.501,38 pada pekan lalu menjadi 6.499,88 pada Jumat 1 Maret 2019. Saham kapitalisasi besar masuk indeks LQ45 hanya naik 0,27 persen.
Investor asing jual saham USD 55 juta atau sekitar Rp 777,33 miliar (asumsi kurs Rp 14.133 per dolar AS) selama sepekan.
Sementara itu, indeks obligasi naik 0,65 persen selama sepekan. Imbal hasil surat pemerintah bertenor 10 tahun berada di posisi 7,85 persen.
Sedangkan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke posisi 14.120. Aksi jual investor asing di pasar obligasi mencapai USD 249 juta hingga Rabu pekan ini.
Ada sejumlah sentimen pengaruhi pasar keuangan global. Hal itu secara tidak langsung berdampak terhadap IHSG.
Pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menjadi sorotan. Trump meninggalkan negosiasi dengan Korea Utara lebih awal dan dengan tangan kosong membuat banyak ahli dan anggota parlemen menarik nafas lega.
Selain itu, perang dagang juga masih dicermati pelaku pasar. Di tengah bayangan perang dagang, produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal IV 2018 tumbuh 2,6 persen. Hal itu di atas harapan pasar sekitar 2,4 persen.
Ini untuk ketiga kalinya ekonomi melambat usai mencapai puncak 4,2 persen pada kuartal II 2018. Ini didorong perang dagang. Di sisi lain PMI China membaik pada Februari 2019 dengan naik menjadi 49,9.
Selanjutnya
Ketegangan antara Pakistan dan India juga menambah kekhawatiran di pasar keuangan. India menuding Pakistan melakukan pelanggaran gencatan senjata. Selain itu, India klaim Pakistan telah memakai jet tempur F-16 untuk menargetkan kompleks militer.
MSCI juga akan meningkatkan A-Share. Penyedia indeks MSCI mengatakan akan menambah kontribusi perusahaan China terhadap tolak ukurnya. Pernyataan tersebut berdampak positif terhadap pergerakan indeks saham Shanghai dan Shenzhen yang masing-masing naik 1,8 persen dan 1,2 persen.
Dengan keputusan tersebut dinilai dapat menarik dana puluhan miliar dolar AS masuk ke China. Apalagi selama ini investor global memiliki sedikit paparan mengenai saham di bursa saham China. China juga akan masuk dana indeks obligasi global pada April 2019.
Sementara itu, dari Indonesia, rilis data ekonomi juga jadi pertimbangan pelaku pasar. Tingkat inflasi tahunan di Indonesia turun menjadi 2,57 persen pada Februari 2019 dari 2,82 persen pada Januari 2019.
Ini merupakan tingkat inflasi terendah sejak November 2009. Harga konsumen inti atau inflasi inti naik 3,06 persen pada Februari 2019 dibandingkan bulan sama pada tahun sebelumnya. Ini memperkuat spekulasi ada penurunan suku bunga.
"Namun berdasarkan pertemuan terakhir BI, kami melihat bank sentral cenderung menunggu peningkatan stabilitas dan penurunan defisit transaksi berjalan sebelum eksekusi penurunan suku bunga," seperti ditulis Ashmore.
Hal Apa yang Dicermati ke Depan?
Lalu sentimen apa yang dicermati ke depan? Perang dagang masih menjadi perhatian. Perang dagang menjadi gangguan utama sepanjang 2018. Hal ini dipicu dari AS melakukan perang dagang terhadap mitra terbesarnya seiring ada nilai defisit yaitu dengan China.
Ashmore memandang perang dagang sebagian dimotivasi secara politis. Oleh karena usai pemilihan jangka menengah November 2018 di AS, ketegangan tampaknya berkurang.
"Minggu ini kita melihat penurunan lebih lanjut dalam ketegangan yang ditunjukkan dalam negosiasi China-AS," Tulis Ashmore.
Kedua negara belum capai kesepakatan, dan AS menunda rencana menaikkan tarif impor dari 10 persen menjadi 25 persen. Ashmore melihat keterlambatan negosiasi dan perjanjian perdagangan tidak menguntungkan bagi AS.
Ashmore melihat ada dua potensi dari negosiasi dagang AS-China. Pertama, kemungkinan AS mengurangi tarif sebagian. Kedua, kesepatan itu artinya tarif dibebankan untuk impor barang China senilai USD 250 miliar segera dihapus. Ashmore melihat kemungkinan sentimen pertama untuk perang dagang.
Selain itu, perkembangan Brexit juga akan dicermati pelaku pasar. Diperkirakan volalitias pasar keuangan lebih banyak. “Kami prediksi volatilitas tetap meningkat hingga pertengahan Maret,” tulis Ashmore.
Sementara itu, risiko politik meningkat mendekat pemilihan umum (Pemilu) pada April. Namun, Ashmore yakin pasar akan tetap pragmatis dan akan kembali ke agenda ekonomi usai pemilu.
"Secara umum kami yakin ketidakpastian akan menurun usai pemilu pada April, pasar akan ambil keputusan atas dua hal yaitu stabilitas dan pertumbuhan,” tulis Ashmore.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
No comments:
Post a Comment