Sebelumnya diberitakan, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel), Firdaus Dewilmar tiba-tiba terjaring mutasi jelang perayaan pergantian tahun 2019.
Ia dimutasi sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor: KEP-380/A/JA/12/2019 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Jabatan Struktural di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
Sejumlah pegiat anti korupsi pun mengaitkan mutasi mendadak yang menimpa Kajati Sulsel, Firdaus merupakan imbas kinerjanya yang dinilai buruk. Salah satunya yang belakangan mendapat sorotan yakni keputusannya memberikan penangguhan penahanan tersangka kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di kawasan proyek nasional Makassar New Port yang sempat buron selama dua tahun lebih, Soedirjo Aliman alias Jentang.
Jentang, pengusaha ternama di Sulsel itu dikeluarkan dari sel tahanan Lapas Klas 1A Makassar setelah sempat menjalani masa penahanan sebagai tahanan titipan selama dua bulan lebih, tepatnya Kamis 12 Desember 2019, malam hari.
"Besar kemungkinan karena soal kasus Jentang itu. Hingga saat ini kan masyarakat Sulsel tak terima keputusan Kajati terkait penangguhan penahanan Jentang yang jelas-jelas pernah buron selama dua tahun lebih," kata Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) via telepon, Sabtu 28 Desember 2019.
Ia menilai alasan kemanusian dan tersangka sakit sebagai dasar penangguhan itu hanya akal-akalan Kajati Sulsel untuk memberikan penangguhan penahanan kepada Jentang jelang perayaan Natal.
Menurut dia, Jentang, sebelumnya telah berstatus buron bahkan menghalang-halangi proses penyidikan hingga bersembunyi selama dua tahun lebih. Pada bulan Oktober 2019 tepatnya 17 Oktober 2019, tim Tabur Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menangkapnya dalam persembunyiannya di sebuah kamar hotel di daerah Kuningan, Jakarta.
Setelah itu, Jentang diserahkan ke Kejati Sulsel guna diproses lebih lanjut dan langsung dijebloskan ke sel tahanan Lapas Klas IA Makassar sebagai tahanan titipan.
"Tapi apa yang terjadi, bukannya fokus mempercepat perampungan berkas penuntutan agar perkara Jentang segera disidangkan. Ini malah diberi toleransi penangguhan penahanan. Kejati seakan mempermainkan Kejagung," kata Kadir.
Ia menduga pemberian penangguhan penahanan terhadap Jentang jelang perayaan Natal kuat dugaan ada kongkalikong antara para pejabat Kejati Sulsel dengan Jentang.
"Buktinya Jentang dengan entengnya mendapat toleransi penangguhan penahanan," ujar Kadir.
Alasan lain yang dilontarkan Kejati terkait penangguhan penahanan Jentang, yakni karena vonis bebas yang diterima oleh tiga terdakwa dalam kasus yang sama serta Jentang telah menang dalam perkara perdata terkait status lahan negara yang diklaimnya, menurut Kadir, itu sangat keliru.
"Kejati pura pura lupa bahwa peran Jentang dalam kasus korupsi sewa lahan negara itu berbeda dengan peran ketiga terdakwa yang telah divonis sebelumnya. Apakah nantinya Jentang akan menjadikan pembelaan memanfaatkan putusan tiga terdakwa sebelumnya dan putusan perdata yang ia menangkan silahkan saja itu haknya. Apakah perbuatan Jentang terbukti atau tidak itu yang menentukan pengadilan bukan Kejati sebagai pihak penuntut umum. Makanya segera tuntaskan berkas Jentang dan limpah segera ke Pengadilan untuk diuji," Kadir menerangkan.
Penangguhan penahanan yang diberikan Kajati Sulsel terhadap Jentang juga turut mengundang unjuk rasa dari kalangan aktivis mahasiswa. Salah satunya, Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum (AMPH) Sulsel. Tak hanya aksi tutup jalan dan bakar ban di depan Kantor Kejati Sulsel, mereka juga melakukan aksi teatrikal menabur bunga hingga menggelar yasinan di depan Kantor Kejati Sulsel.
Menurut mereka aksi tersebut sebagai simbol matinya supremasi penegakan hukum ditangan Kajati Sulsel, Firdaus Dewilmar.
"Itu simbol bahwa Kajati tak komitmen dengan pemberantasan korupsi. Supremasi penegakan hukum tercederai dengan tindakan konyol Kajati Sulsel, Firdaus Dewilmar," tegas Damkers, Koordinator AMPH Sulsel.
Ia turut mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk proaktif dalam menyupervisi kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara yang telah menjerat Jentang serta meminta Kejagung menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri adanya kemungkinan aliran dana siluman ke oknum-oknum kejaksaan sehingga memberikan penangguhan penahanan kepada Jentang yang diketahui sebagai eks buronan dalam kasus yang menjeratnya itu.
"Jentang ini pernah buron selama 2 tahun lebih dan berhasil ditangkap oleh tim tabur Intelijen Kejagung lalu diserahkan ke Kejati Sulsel. Eh kok diberi penangguhan dan ia hanya jalani masa penahanan sebagai tahanan titipan selam 2 bulan lebih di Lapas Klas 1A Makassar. Kami duga ada kongkalikong didalamnya," tutur Damkers.