Liputan6.com, Kinshasa - Seorang warga di Kongo dilaporkan meninggal usai positif terinfeksi Ebola, virus yang menyebabkan pendarahan hebat, kegagalan organ dan dapat menyebabkan kematian.
Sejumlah pejabat setempat mengatakan, ini adalah kasus kematian kedua akibat Ebola yang mewabah di kota Goma. Pengumuman ini dipublikasikan pada Rabu, 31 Juli 2019, sehari setelah kasus terbaru itu pertama kali diungkapkan.
Pria itu mulanya datang dari sebuah desa di Provinsi Ituri, Kongo timur laut pada Selasa pekan ini. Ia didiagnosa tertular Ebola beberapa hari kemudian setelah menderita ciri-ciri Ebola.
Ia pun harus menjalani perawatan intensif di Pusat Pengobatan Ebola di Goma. Namun, nyawanya tak bisa diselamatkan.
Goma adalah rumah bagi lebih dari satu juta orang dan terletak di wilayah perbatasan Kongo dengan Rwanda, di mana puluhan ribu orang melintasinya dengan berjalan kaki setiap hari.
Sebelumnya pada bulan ini, seorang pastur didiagnosa positif tertular Ebola dan kemudian meninggal, setiba di Goma. Ia melakukan perjalanan dengan menumpang bis, sehingga membangkitkan kekhawatiran bahwa penyakit itu kemungkinan akan menyebar cepat di kota yang padat penduduknya tersebut.
Setelah insiden itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah Ebola di Provinsi North Kivu dan Provinsi Ituri di Kongo merupakan Masalah Kesehatan Publik Darurat Internasional.
Lebih dari 2.500 kasus Ebola dilaporkan merebak di Kongo sejak Agustus 2018. Dari angka ini, sekitar 1.670 orang tewas. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (1/12/2019).
Atasi Wabah Ebola di RD Kongo, Bank Dunia Kucurkan Dana Rp 4,19 Triliun
Sementara itu, Bank Dunia mengumumkan pada Rabu 24 Juli 2019 bahwa pihaknya sedang mengerahkan bantuan senilai US$ 300 juta (setara Rp 4,19 triliun) kepada Republik Demokratik Kongo (RD Kongo), untuk membantu mengatasi wabah Ebola yang telah berlangsung selama setahun.
Pendanaan itu muncul setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu menyatakan wabah Ebola meningkat statusnya menjadi darurat kesehatan masyarakat internasional, demikian sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Kamis, 24 Juli 2019.
Dana tersebut telah dikucurkan senilai US$ 100 juta pada Agustus 2018, dan sisa US$ 200 juta lainnya akan dicairkan dalam enam bulan ke depan.
"Bersama-sama, kita harus mengambil tindakan segera untuk menghentikan epidemi Ebola yang mematikan, yang menghancurkan kehidupan dan mata pencaharian di Republik Demokratik Kongo," kata Kepala Eksekutif Bank Dunia Kristalina Georgieva.
"Masyarakat dan petugas kesehatan di garis depan wabah ini sangat membutuhkan lebih banyak dukungan dan sumber daya dari komunitas internasional, untuk mencegah krisis memburuk di dalam negeri dan risiko penyebaran lintas batas," lanjutnya.
Annette Dixon, wakil presiden Bank Dunia untuk pembangunan manusia yang mengawasi program-program kesehatan, mengatakan dana baru itu memberi sinyal kegigihan dalam memerangi Ebola.
"RD Kongoo memiliki rekam jejak yang baik ketika cepat mengakhiri pandemi Ebola sebelumnya. Tapi, wabah saat ini terkonsentrasi di wilayah yang sangat miskin di sana dan rawan konflik," kata Nixon kepada AFP, mengingatkan tentang pentingnya dukungan keamanan penuh.
No comments:
Post a Comment