Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia mengungkapkan pentingnya ekonomi maritim bagi pembangunan ekonomi Indonesia dan pertumbuhan berkelanjutan.
Laut bisa memberi kontribusi lebih besar bagi ekonomi melalui pendapatan yang lebih tinggi dari pariwisata dan perikanan jika dikelola dengan lebih baik.
Dalam laporan 'Indonesia Economic Quarterly edisi Juni 2019' Bank Dunia menyampaikan sejumlah strategi yang dapat dilakukan untuk memperkuat strategi pengembangan potensi maritim yang sudah berjalan saat ini.
Lead Economist World Bank Indonesia, Frederico Gil Sander mengatakan, meskipun ada banyak pilihan kebijakan untuk memaksimalkan nilai ekonomi dan sosial perikanan, diperlukan tiga kategori reformasi luas.
Pertama dan paling mendasar adalah penyelesaian pola pengelolaan perikanan Indonesia. Baik melalui Wilayah Pengelolaan Perikanan yang sudah ada atau melalui struktur alternatif.
"Hal ini membutuhkan kerangka kerja untuk pengambilan keputusan yang lebih efektif disatukan pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya, memperjelas peran dan tanggung jawab, dan meningkatkan koordinasi. Ini termasuk mengoordinasikan Rencana Pengelolaan Perikanan (Fisheries Management Plans/FMPs) di seluruh yurisdiksi, dan memastikan bahwa FMPs mencerminkan rekomendasi ilmiah," kata dia, di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Indonesia, pun harus berinvestasi dalam penelitian, pemantauan, dan pelaporan perikanan. Hal ini untuk memberikan informasi yang lebih baik, misalnya terkait batas panen.
Indonesia juga dapat membangun kapasitas penelitian perikanan yang kuat untuk mengembangkan penilaian stok yang lebih spesifik untuk area dan spesies yang spesifik.
"Serta menarik alternatif bentuk-bentuk pengumpulan informasi perikanan sangat cocok untuk mengatasi tantangan pengumpulan data lintas negara dan daerah pesisir yang terpencil," ujar dia.
Tak hanya itu, peningkatan pemantauan, kontrol, dan pengawasan (MCS) diperlukan. Hal ini guna mendukung keberhasilan Indonesia dalam menangani IUU (ilegal, unreported, unregulated) fishing.
"Manajemen perikanan yang ditingkatkan akan melengkapi investasi yang sudah berjalan. Ini termasuk penyediaan insentif untuk penguatan rantai pasokan, pengembangan sistem keterlacakan elektronik baru dan investasi dalam infrastruktur pelabuhan publik," ungkapnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Data Bank Dunia
Berdasarkan data yang dimiliki Bank Dunia, antara tahun 2013 dan 2017, Indonesia memanen rata-rata 6,1 juta metrik ton ikan laut setiap tahun, nomor dua setelah China.
Perikanan tangkap laut dan akuakultur bersama-sama mempekerjakan sekitar 7 juta orang Indonesia, mewakili sumber pekerjaan yang penting untuk populasi pesisir Indonesia.
Indonesia dianggap sebagai negara dengan ketergantungan ikan kedelapan terbesar di dunia, ikan berkontribusi 52 persen dari semua protein hewani di Indonesia. Angka ini jauh di atas rata-rata global yang sebesar 16 persen.
Pada 2018, sektor ini memberikan kontribusi lebih dari USD 26,9 miliar pada perekonomian nasional, atau sekitar 2,6 persen dari PDB, proporsi yang lebih besar daripada negara-negara regional, termasuk Cina (1,4 persen), Filipina (1,5 persen), Malaysia (1,1 persen), dan Thailand (0,67 persen).
Perikanan juga berkontribusi terhadap pendapatan ekspor yang bernilai sekitar USD 4,1 miliar (2,4 persen dari total ekspor Indonesia) pada 2017, memasok sekitar 2,6 persen dari pasar global.
RI Dongkrak Ekspor Perikanan di Uni Eropa
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya mendongkrak ekspor produk kelautan dan perikanan.
Salah satu caranya dengan ikut serta dalam Seafood Expo Global (SEG) yang berlangsung dari 7-9 Mei 2019 di Brussels, Belgia.
Pada pameran tersebut, sebanyak 12 eksportir dan 1 asosiasi pelaku usaha yaitu Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI) menempati Paviliun Indonesia seluas 416 m2.
Mereka menampilkan produk frozen tuna, udang, cumi, sotong, gurita, kakap merah, kerapu, dan produk ikan dan kepiting/rajungan dalam kaleng, serta green caviar atau produk rumput laut jenis Caulerpa.
Sekretaris Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), KKP, Berny A Subki mengatakan, SEG merupakan pameran seafood terbesar di Eropa, mengingat pameran ini diikuti oleh 2.007 peserta dari 88 negara, dan dihadiri oleh suplier produk perikanan dari Uni Eropa dan seluruh dunia.
Para suplier tersebut merupakan pemasok untuk supermarket, restoran, catering, pasar seafood, hotel, perusahaan airline, kapal pesiar dan lain-lain.
"Ini momentum tepat untuk terus mengenalkan produk kelautan dan perikanan kita di mata dunia. Sebagai wujud dari upaya meningkatkan ekspor produk perikanan kita," ujar dia di Jakarta, Jumat, 10 Mei 2019.
Berny mengungkapkan, Uni Eropa merupakan salah satu pasar utama hasil perikanan dunia dan juga pasar utama bagi Indonesia.
Merujuk data BPS, pada 2018, ekspor Indonesia ke Uni Eropa, termasuk Inggris, mencapai USD 445 juta dengan volume 79.835 ton.
Komoditas utama ekspor Indonesia ke Benua Biru tersebut antara lain tuna dengan nilai ekspor USD 118 juta, diikuti udang USD 97,47 juta USD, cumi-cumi, sotong dan gurita USD 93,85 juta, dan kepiting/rajungan USD 15,59 juta.
Secara umum pertumbuhan nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke UE selama 7 tahun terakhir meningkat 3,44 persen.
“Dengan keikutsertaan kita dalam ajang pameran international seperti SEG ini harapannya mampu menjaring pembeli dan membuka pasar produk perikanan kita lebih luas," kata dia.
Menurut Berny, selama pameran berlangsung dihasilkan nilai potensi transaksi sebesar USD 153,03 juta, atau melebihi target yang ditetapkan sebesar USD 100 juta. Produk yang diminati para buyers antara lain udang jenis vanname dan windu, tuna, gurita, kakap merah, kerapu, daging kepiting dalam kaleng, dan green caviar.
Para buyers antara lain berasal dari Inggris, Spanyol, Jerman, Belgia, Cina, Belanda, Turki, Prancis, Itali, Portugal, Rusia, Amerika Serikat, Yunani, Meksiko, Australia, dan Vietnam.
No comments:
Post a Comment