Liputan6.com, Jakarta - Pertengahan 2018 industri penerbangan Indonesia mendapatkan kabar gembira. Komisi Eropa akhirnya mencabut larangan terbang bagi seluruh maskapai asal Indonesia pada 14 Juni 2018.
Hal itu menunjukkan Eropa telah mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam keselamatan udara Uni Eropa. Namun, kabar gembira itu tak bertahan lama. Indonesia berduka dengan jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 dengan registrasi PK-LQP pada Senin 29 Oktober 2018 di sekitar perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat usai lepas landas pada pukul 06.20 WIB.
Pesawat Lion Air dengan rute penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang, Bangka Belitung itu membawa 181 penumpang dan delapan awak kabin. Di antara korban ada dua bayi. Operasi pencarian korban pesawat Lion Air JT 610 PK-LQP pun masih berlangsung. Bahkan operasi pencarian akan diperluas menjadi 15 nautical mile (NM).
Kecelakaan pesawat tersebut memang tak terduga dan memberi duka dalam bagi keluarga korban pesawat Lion Air JT 610 PK-LQP. Sebagai bentuk tanggung jawab, pemerintah mewajibkan kepada maskapai Lion Air untuk memberikan santunan kepada ahli waris korban. Meski nilainya tidak sebanding dengan nyawa orang terkasih yang hilang.
Pemberian santuan kepada ahli waris korban tersebut diatur dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
Tak hanya itu, Indonesia juga memegang konvensi montreal 1999 untuk praktik penyaluran santunan secara internasional. Di aturan itu, korban meninggal dunia mendapatkan nilai santunan lebih dari Rp 2 miliar. Namun, besaran santunan Rp 2 miliar itu hanya berlaku untuk penerbangan rute luar negeri bukan domestik.
"Untuk kasus JT-610 ini, penerbangan domestik, jadi mengacu PM 77 Tahun 2011," tutur Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Maria Kristi Endah Murni kepada Liputan6.com, Rabu 31 Oktober 2019.
Dalam PM 77 Tahun 2011 pasal 2 pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka, hilang atau rusaknya bagasi kabin, hilang, musnah atau rusaknya bagasi tercatat, hilang, musnah atau rusaknya kargo, keterlambatan angkutan udara, dan kerugian yang diderita pihak ketiga.
Dalam aturan itu di pasal 3 ayat (a) disebutkan jika nilai santunan bagi korban meninggal dunia untuk transportasi pesawat udara sebesar Rp 1,25 miliar.
Nilai santunan itu berlaku bagi setiap warga negara Indonesia (WNI) tetapi juga warga negara asing (WNA). Dalam hal ini, Lion Air wajib memberikan santunan.
Manajemen Lion Air juga siap membayar klaim asuransi sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tersebut.
“Untuk klaim asuransi kita bayar sesuai PM Nomor 77 tahun 2011 yang nilai ganti ruginya sudah ditetapkan oleh pemerintah,” ujar Airport Manager Lion Air, Maulana Nursyamsu seperti dikutip dari Merdeka.com.
Akan tetapi, Lion Air masih menunggu data dan status dari para penumpang pesawat tersebut. "Kita proses setelah ada keputusan, ada data. Kita juga sudah kumpulkan nama-nama keluarganya,” ujar Direktur Umum Lion Air, Edward Sirait kepada Liputan6.com.
Edward menyatakan, jika semua penumpang dalam penerbangan JT 610 PK-LQP telah tercover asuransi sehingga mestinya tidak ada keluarga korban yang tidak mendapatkan uang asuransi.
"Kalau masalah asuransi nanti setelah ada putusan. Setiap penerbangan pasti ada asuransi, kalau tidak ada tidak bisa terbang. Semuanya sudah tercover sesuai dengan Undang-Undang (UU)," ujar dia.
Sementara itu, Lion Air menyediakan akomodasi bagi para keluarga korban yang sedang menunggu proses evakuasi. Pendiri dan CEO Lion Air, Rusdi Kirana menuturkan, pihaknya menyiapkan fasilitas dalam bentuk uang kepada anggota keluarga yang menanti proses evakuasi.
"Kami memberikan Rp 5 juta untuk biaya hidup. Kita kasih uang Rp 25 juta untuk biaya penguburan. Ini semua di luar klaim asuransi. Di luar Jasa Raharja, di luar asuransi kita,” tutur dia.
"Saya tidak katakan (untuk) meringankan beban mereka. Saya memahami, tapi saya berusaha yang terbaik yang saya bisa,” ujar dia pada Selasa 30 Oktober 2018.
No comments:
Post a Comment