Pages

Monday, October 29, 2018

HEADLINE: Misteri Jatuhnya Lion Air JT 610, Kenapa Pilot Ingin Kembali ke Bandara?

Jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang menyisakan sejumlah misteri dan pertanyaan yang belum terjawab. Pertanyaan itu tentu saja terkait dengan penyebab jatuhnya pesawat yang hingga kini masih dalam penyelidikan.

Namun, pertanyaan tentang penyebab kecelakaan bisa mengerucut setelah sejumlah fakta terungkap. Fakta itu antara lain datang dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang memastikan tak ada masalah cuaca sebelum hingga saat pesawat itu meninggalkan landasan di Bandara Soekarno Hatta.

"Informasi kondisi cuaca saat pesawat itu take off pada ketinggian antara 10 ribu feet sampai 24 ribu feet itu arah angin dari barat laut dengan kecepatan 5 knot. Jadi ini relatif lemah, tidak ada masalah, dan dilaporkan tidak ada kondisi cuaca signifikan," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Senin (29/10/2018).

Dia menyebut cuaca signifikan artinya cuaca yang membahayakan saat penerbangan. Dia memastikan cuaca saat kejadian jatuhnya Lion Air JT 610 layak terbang. Tidak ada juga awan kumulonimbus saat kejadian itu.

"Maksudnya cuaca signifikan itu kondisi cuaca yang membahayakan yang kami pantau baik sebelum pesawat take off, saat take off, bahkan diperkirakan sampai akhir pendaratan itu tidak ada cuaca signifikan dan yang terakhir kami juga mencatat tidak terjadi atau tidak ada indikasi adanya awan cb (kumulonimbus). Awan cb itu awan yang biasanya menimbulkan turbulensi," sebut Dwikorita.

BMKG mendapat informasi, pada saat pesawat jatuh, ketinggian terbang masih di bawah 10 ribu kaki.

"Ya, jadi kami mendapat informasi lost contact itu ketinggian pesawat belum mencapai 10 ribu feet. Pada ketinggian itu kecepatan angin 5 knot," sebut Dwikorita.

Selain cuaca yang bersahabat, pesawat nahas itu juga di bawah kendali Kapten Bhavye Suneja, seorang pilot yang berpengalaman. Rekam jejak yang bersangkutan bisa dilihat dari akun Linkedin miliknya.

Bhavye Suneja menuliskan dirinya berasal dari New Delhi, India dan sudah 7 tahun 8 bulan bekerja di Lion Air. Dia bekerja di maskapai ini sejak Maret 2011.

Sebelum di Lion Air, Bhavye Suneja menjadi trainee pilot Boeing 737 NG di Emirates selama 4 bulan. Dia sendiri merupakan lulusan Ahlcon Public School di New Delhi, India.

Kemudian melanjutkan pendidikan di sekolah pilot Bel Air International di San Carlos, California, Amerika Serikat, setelah bergabung pada 2007 hingga 2009.

Artinya, dia merupakan pilot yang punya jam terbang mumpuni dan tak memiliki rekam jejak yang pantas diragukan. Apalagi Lion Air juga menyebut Bhavye Suneja punya lebih dari 6.000 jam terbang, sedangkan kopilot Harvino mempunyai lebih dari 5.000 jam terbang

Pengalaman mumpuni Bhavye Suneja juga berbanding lurus dengan pesawat yang dibawanya. Pesawat Boeing 737 MAX 8 dengan nomor registrasi PK-LQP yang dipiloti Bhavye Suneja adalah pesawat baru yang beroperasi sejak Agustus 2018.

The Guardian bahkan menyebut, ini adalah kecelakaan pesawat pertama yang melibatkan Boeing 737 MAX. Seperti diketahui, Boeing 737 MAX adalah versi terbaru yang dinilai lebih canggih dan efisien bahan bakar.

Boeing 737 MAX 8 ini pertama kali diperkenalkan ke publik pada 2017 silam. Belum lama ini Lion Air Group baru saja menerima pesawat terbaru jenis Boeing 737 MAX 8 beregistrasi PK-LQP. Pesawat ini dikirim langsung dari Boeing Company yang berbasis di Seattle, Amerika Serikat.

Boeing 737 MAX 8 merupakan armada ke-10 yang dioperasikan oleh Lion Air dari total pesanan sebanyak 218 unit. Dari total 10 Boeing 737 MAX 8 yang dimiliki Lion Air Group ini telah melayani penerbangan ke Arab Saudi, Korea, China, dan seluruh rute domestik.

Sampai di sini, tak ada masalah dengan Lion Air JT 610. Cuaca mendukung, pilot handal dan pesawat yang baru keluar dari pabrik menutup celah akan terjadinya masalah teknis yang bisa membahayakan penerbangan.

Namun, ternyata sebelum hilang kontak, Bhavye Suneja sempat meminta untuk bisa kembali ke bandara. Namun setelahnya tak ada lagi informasi.

"Pesawat sempat meminta return to base sebelum akhirnya hilang dari radar," kata Kepala Bagian Kerja Sama dan Humas Ditjen Perhubungan Udara, Sindu Rahayu dalam keterangan tertulis, Senin (29/10/2018).

Hingga kini belum diketahui alasan pilot ingin kembali ke bandara.

Misteri lainnya, situs FlightRadar24 memperlihatkan rute yang berbeda. Dari Bandara Soekarno-Hatta, pesawat melewati Jakarta dan mengarah ke utara. Padahal, lokasi tujuan adalah Bandara Depati Amir di Pangkalpinang yang berada di sisi barat Banten.

Pesawat melintasi utara Jakarta dan perairan Teluk Jakarta hingga ke arah timur laut di Jawa Barat. Titik terakhir pesawat Lion Air JT 610 ada di perairan sebelah utara Karawang.

Situs FlightRadar24 adalah situs asal Swedia yang memperlihatkan perjalanan pesawat komersial secara real time. Ini bukan merupakan informasi resmi dari pihak berwenang.

Dua pertanyaan terkait keinginan pilot untuk kembali ke bandara serta arah pesawat yang tak biasa mungkin bisa menjadi awal untuk mencari penyebab musibah ini.

Berkaca pada kasus kecelakaan pesawat yang pernah terjadi, akan butuh waktu bagi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk bisa menjawab banyak pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi di pagi nahas Lion Air JT 610.

Reporter: Dwi Aditya Putra dan Afra Augesti

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/news/read/3679530/headline-misteri-jatuhnya-lion-air-jt-610-kenapa-pilot-ingin-kembali-ke-bandara

No comments:

Post a Comment