Kenaikan produksi tersebut datang tepat sebelum sanksi baru AS terhadap Iran yang mulai berlaku pada 4 November. Sanksi tersebut diperkirakan mengurangi pasokan.
"Ada persepsi bahwa ada cukup minyak di pasar saat ini mewakili untuk melewati sanksi Iran,” ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (1/11/2018).
Namun, penasihat keamanan nasional AS John Bolton mengatakan, sementara AS ingin menerapkan tekanan maksimum pada Iran dengan sanksi atas ekspor minyak mentahnya. AS tak ingin merugikan negara yang menjadi sekutu dan teman yang bergantung pada minyak.
Impor minyak mentah Iran oleh pembeli utama di Asia mencapai terendah dalam 32 bulan pada September. Hal itu karena Cina, Korea Selatan, dan Jepang secara tajam kurangi pembelian jelang sanksi.
Pada awal sesi, harga minyak naik usai the Energy Information Administration (EIA) menyatakan persediaan minyak mentah naik 3,2 juta barel pada pekan lalu. Stok bensin dan distilasi turun karena total permintaan produk selama empat minggu terakhir naik 5,4 persen dari tahun lalu. “Produksi menjadi penyeimbang sentimen negatif,” kata Direktur ClipperData, Matt Smith.
Sentimen harga minyak lainnya didorong pasar saham yang turun dari posisi terendah dalam 20 bulan. Hal itu dipengaruhi tekanan perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia Amerika Serikat dan China. AS telah mengenakan tarif atas barang-barang China senilai USD 250 miliar. China pun menanggapi dengan pembalasan atas barang-barang AS senilai USD 110 miliar.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
No comments:
Post a Comment